Tittle : When I Was Your Man
Author : Dear Girl
Cast : Kyungsoo
Ji-eun
Seunggi
~”~ ~”~ ~”~ ~”~
~”~
Author pov
Siang itu seorang namja terlihat sedang berjalan santai di sebuah
trotoar , dibelakangnya seorang yeoja mengikutinya dengan langkah tergesa-gesa
dan setengah berlari mencoba mengimbangi kecepatan langkah kaki namja yang
berjalan bersamanya itu.
“oppa, bisakah kau pelankan sedikit langkahmu? Aku sudah lelah mengikuti
cara berjalanmu yang terlalu cepat” keluh yeoja itu sambil mengentikan
langkahnya beberapa meter di depan laki-laki itu.
“kau tidak lihat langit sudah mendung? Kita harus cepat sampai halte
agar tidak kehujanan” laki-laki itu membalikkan badannya. “kalau kau mau
kehujanan silahkan, tapi aku akan pulang lebih dulu karena aku harus belajar
untuk olimpiade besok” jawabnya cuek lalu melanjutkan langkahnya saat merasakan
butiran-butiran air hujan sudah mulai membasahi rambutnya. Dengan kesal sang
yeoja menghentakkan kakinya dan kembali berlari menghindari air hujan dan
menjajari langkah namja didepannya untuk segera sampai di halte tujuan mereka.
Ji-eun. Yeoja ceria yang pandai bernyanyi dan menari itu duduk di
sebelah namjachingunya –Kyungsoo- dengan mengerucutkan bibirnya pertanda ia kesal
karena sampai saat ini bus yang akan membawa mereka berdua pulang belum juga
terlihat sedangkan matahari sudah hampir tenggelam. Ia menolehkan wajahnya ke
arah kanan saat melihat sepasang yeoja dan namja berlari-lari kecil menghindari
hujan dan berteduh di halte yang ia tempati saat ini.
Kyungsoo sendiri tampak tidak peduli dengan lingkungan sekitar karena
dia terlalu serius membaca bukunya. Pasangan yang baru tiba tadi langsung duduk
di kursi yang sama dengan mereka berdua dan mulai mengobrol, Ji-eun melihat sang
namja melepaskan jaketnya dan memakaikan pada yeojanya karena yeoja itu tampak
mulai kedinginan dengan bajunya yang basah. ‘romantis sekali’ batinnya.
Sedangkan Kyungsoo? Mungkin dia bahkan tidak tau kalau dari tadi Ji-eun
sudah kedinginan setengah mati. Ia lupa membawa sweater kesayangannya karena
tadi pagi ia bangun kesiangan dan terburu-buru saat berangkat, dan Kyungsoo
tidak menunjukkan tanda-tanda ingin meminjamkan jaketnya.
Pacar macam apa itu? Ji-eun hanya bisa menghela nafas berusaha menerima
nasib yang menimpanya. Dosa apa yang diperbuatnya dulu hingga sekarang ia harus
mendapat cobaan dengan memiliki pacar seorang namja cuek studyholic yang
sepertinya tidak pernah menunjukan rasa cintanya secara langsung. Ji-eun bahkan
ragu apakah namja ini benar-benar mencintainya atau tidak. Tapi satu yang
sangat Ji-eun ketahui, yaitu bahwa ia sangat mencintai Kyungsoo bagaimanapun
sifat yang dimilikinya.
~”~ ~”~ ~”~ ~”~
~”~
“oppa, tadi kau mendapat undangan dari Yuna kan?” tanya Ji-eun pada Kyungsoo
yang sedang memakan makan siangnya dengan lahap. Karena saat istirahat tadi
mereka tidak sempat makan akhirnya mereka memutuskan untuk makan dulu sepulang
sekolah, daripada mereka harus menahan lapar saat perjalanan pulang.
“undangan apa?” tanya Kyungsoo setelah berhasil menelan makanan di
mulutnya
“undangan pesta ulang tahun besok malam” jawab Ji-eun semangat, Yuna
adalah salah satu teman baiknya dan ia juga senang menghadiri pesta
“ternyata ini yang membuatmu terlihat bersemangat dari tadi?” tanya Kyungsoo
yang dijawab anggukan oleh Ji-eun
“kau tau kan kalau aku suka berdansa. Kebetulan ini pesta dansa jadi
kita harus ikut” ajak Ji-eun setengah memaksa
“kita? Aku tidak ikut” ucap Kyungsoo malas
“ayolah oppa, aku sangat ingin datang ke pesta itu” jawab Ji-eun mulai merengek
“tapi aku malas, kau tau sendiri sepulang sekolah aku harus bekerja dan
itu melelahkan”
“memangnya tidak bisa libur satu hari?” jawab Ji-eun kecewa dengan
ucapan Kyungsoo
“maaf, tapi aku tidak bisa” jawab Kyungsoo singkat
“ya sudah, kalau begitu aku pergi sendiri” ucap Ji-eun yang tidak mau
menyerah
“jangan, berbahaya kalau kau pergi sendiri” larang Kyungsoo karena
menghawatirkan Ji-eun
“biar saja” jawab Ji-eun tidak peduli dengan ke khawatiran Kyungsoo
“kalau begitu aku akan menelpon Nara untuk menemanimu. Aku tidak mau kau
pergi kesana sendirian. Tidak ada protes lagi” ucapan Kyungsoo kali ini membuat
Ji-eun tidak bisa menjawab lagi. Lagipula Nara adalah teman sekaligus
tetangganya, jadi dia tidak akan kesepian saat perjalanan menuju pesta ataupun
saat perjalanan pulang dari pesta.
~”~ ~”~ ~”~ ~”~
~”~
Hari ini Kyungsoo terlihat sangat kacau. Tadi malam proposalnya ditolak oleh atasannya di tempat
kerja sambilannya, tidak hanya itu, ia bahkan terancam dipecat karena sering
datang terlambat ke kantornya. Mau bagaimana lagi, kegiatan sekolahnya
akhir-akhir ini menjadi jauh lebih padat dari biasanya ditambah lagi tugas
akhir yang harus dikumpulkan secepat mungkin sebelum ujian akhir tiba.
Dengan serampangan diambilnya tas abu-abu miliknya dan bergegas pergi
keluar kelas. Berada di sekolah lama-lama bisa membuatnya gila.
“mau kemana?” tanya Luhan temannya saat mereka berpapasan di pintu
kelas.
“pergi, berlama-lama disekolah bisa membuatku gila” jawab Kyungsoo
frustasi
“hahaha . kalau anak pintar sepertimu saja bisa stress apalagi aku?
Mungkin aku akan dilarikan ke rumah sakit karena terlalu memaksa otak kecilku
ini untuk berpikir” Kyungsoo tidak tertarik dengan gurauan temannya yang satu
ini “sudahlah, aku pergi dulu” pamitnya sambil berjalan menjauhi kelas mereka.
“bilang saja mau bertemu dengan Ji-eun” teriak Luhan keras
dibelakangnya. Kyungsoo tak menjawab, malas sekali meladeni ucapan anak itu.
Ngomong-ngomong soal Ji-eun, Kyungsoo memang tidak berniat menemui
yeojachingu-nya itu. Bukannya membuat pikirannya menjadi lebih baik, yeoja itu
hanya akan menambah daftar penyebab stress di otaknya. Yeoja itu akan
mengajaknya melakukan hal romantis –seperti yang seharusnya dilakukan pasangan
kekasih- katanya. Padahal menurut Kyungsoo hal-hal yang diinginkan kekasihnya
itu hanya akan membuang-buang waktu, uang dan tenaga. Seperti makan malam di
restoran romantis, saling bertukar kado saat hari valentine, memberinya bunga
setiap pagi, dan banyak hal tidak penting lainnya.
Memikirkan ini membuat kepala Kyungsoo semakin berdenyut-denyut,
akhirnya ia memutuskan untuk duduk dibawah pohon rindang di taman depan
sekolahnya. Baru saja ia memejamkan matanya, handphone-nya berbunyi. Tanpa
melihat siapa yang menelponnya, ia mengangkat telepon tersebut.
“Kyungsoo, kau dipecat” ucapan seseorang diseberang membuat matanya
langsung terbuka lebar. Belum sempat ia mengucapkan salam, sudah mendapat kabar
buruk seperti ini. Ia menarik ponselnya dari telinga dan baru menyadari bahwa
yang menelponnya adalah atasannya.
“mwo? Kenapa saya dipecat pak?” pertanyaan yang bodoh sebenarnya. Tanpa
dijawab pun ia sudah tau kalau ia sudah banyak melakukan kesalahan di kantor tempatnya
bekerja paruh waktu itu.
“seperti yang kau ketahui, akhir-akhir ini hasil kerjamu semakin
memburuk. Lagipula, proposal yang kau buat kemarin, sudah ada orang yang bisa
membuat lebih baik dari yang kau buat. Dan dia bersedia bekerja tetap disini”
lengkap sudah.
Sejak telponnya ditutup sepuluh menit yang lalu, Kyungsoo memutuskan
untuk melanjutkan istirahatnya. Ia menyandarkan kepalanya pada batang pohon dan
menutup matanya kembali. Angin semilir yang menerpa wajahnya bisa membuatnya
menjadi lebih tenang. Di tambah langit mendung yang membuatnya tidak merasakan
panasnya matahari siang ini.
Kyungsoo merasakan ada seseorang yang ikut duduk di sebelahnya dan
menarik kepalanya untuk menyandar pada pundak orang tersebut. Nyaman. Hanya dengan
mencium aroma parfum lembut yang sudah dihafalnya satu tahun belakangan, ia tau
siapa orang yang ada di sampingnya.
“kenapa wajahmu suram sekali?” tanya Ji-eun, yeoja yang ada disebelahnya
itu merapikan beberapa helai rambut Kyungsoo yang tampak berantakan karena
tertiup angin.
“aku dipecat dari kerja sambilanku” jawab Kyungsoo dengan mata yang
masih tertutup
“memangnya kenapa? Bukankah kau selalu rajin bekerja setiap pulang
sekolah? Kau juga tidak kalah pintar dengan karyawan lain”
“sudahlah, mungkin memang sebaiknya sekarang aku fokus pada ujian yang
akan datang”
“betul juga. Tapi jangan melupakanku hanya karena terlalu serius
belajar. Kau sekarang sudah tidak bekerja, berarti kau sudah memiliki banyak
waktu luang untukku. Aku tidak mau seperti ini terus. Aku juga ingin seperti
teman-temanku dengan namjachingunya” ucapan Ji-eun membuat kekesalan yang belum
hilang sepenuhnya di hati Kyungsoo kembali keluar.
“kau sudah bosan denganku? Bukankah sudah kubilang berkali-kali bahwa
aku bukan mereka dan jangan memaksaku untuk menjadi sama seperti mereka”
Kyungsoo mengangkat kepalanya dari bahu Ji-eun.
“bukan begitu. Aku hanya ingin merasakan apa yang dirasakan
teman-temanku. Kau bahkan tidak pernah mengucapkan secara langsung bahwa kau
mencintaiku. Kau juga cuek, tidak perhatian seperti Seunggi. Dia saja yang
hanya temanku sangat perhatian padaku” Ji-eun mulai mengeluarkan rasa kesal
yang selama ini di pendamnya.
“kalau begitu pacaran saja dengan Seunggi. Bukankah kalian sudah sangat
dekat dan sering pergi bersama. Kau lebih suka bersamanya kan daripada
bersamaku. Pergi saja sana. Ajak Seunggi -mu itu !!” Kyungsoo mulai kehilangan
kesabaran dan membentak Ji-eun.
“baiklah. Aku sudah lelah dengan semua ini *bahasanya sinetron banget
beh* lebih baik kita putus. Seunggi memang lebih baik daripada dirimu” teriak Ji-eun
dan mulai berdiri untuk meninggalkan Kyungsoo.
“terserah. Aku tidak peduli” jawab Kyungsoo tak acuh. Biasanya meskipun Ji-eun
sering membahas soal ini, ia masih bisa mengalah dan bersabar. Tapi karena
emosinya yang sedang buruk saat ini, akhirnya ia tidak bisa lagi menahan
semuanya. Ia membiarkan Ji-eun pergi tanpa berkata apapun.
Ji-eun pergi meninggalkan Kyungsoo -yang menatap pungungnya yang semakin
menjauh dengan tatapan datar- tanpa menoleh sama sekali.
‘benarkah ini sudah berakhir?’ ucap Kyungsoo dalam hati berharap ini
semua hanya emosi sesaat Ji-eun.
‘maaf, tapi aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi’ batin Ji-eun yang
berjalan dengan mata berkaca-kaca.
~”~ ~”~ ~”~ ~”~
~”~
Kyungsoo pov
Pagi ini aku berangkat sendiri. Tidak seperti hari-hari kemarin, aku
selalu berangkat bersama gadis itu. Tapi untungnya hari ini aku bisa berjalan
dengan cepat menuju halte bus tanpa harus menunggu Ji-eun yang berjalan pelan
dibelakangku sambil mengomel tidak jelas.
Aku sampai di halte lebih awal dari biasanya, tapi kenapa bus yang akan
membawaku ke sekolah tak kunjung lewat? Biasanya jam segini sudah ada bus yang
melewati jalan ini. Ah, mungkin aku harus menunggu beberapa menit lagi. Ku
dudukkan diriku di kursi halte yang panjang dan mulai menunggu.
Aku teringat tentang masa-masa saat aku bersama Ji-eun. Apa aku terlalu
cuek baginya? Tapi memang seperti inilah aku, siapapun tidak berhak menyuruhku menjadi
diri orang lain. Lagipula ini salahnya sendiri. Sudah tau kalau sifatku begini
masih saja tidak bisa menerimaku apa adanya. Dia terlalu menuntutku untuk
menjadi laki-laki romantis seperti yang dibacanya di komik-komik.
Saat sedang asik dengan pikiranku sendiri, aku melihat Ji-eun berjalan
ke arahku. Ralat. Dia tidak berjalan ke arahku melainkan ke arah halte, tapi
kenapa ia tidak berhenti di halte? Bukankah dia berangkat sekolah menggunakan
bus? Kebingunganku terjawab saat kulihat sebuah taksi berhenti di depannya, dan
seorang laki-laki dengan seragam sekolah yang sama seperti kami turun dari
taksi itu lalu membukakan pintu untuk pacarku. Maksudku mantan pacarku.
Ternyata sekarang dia berangkat bersama Seunggi. Jelas saja, dia pasti
lebih memilih taksi yang ber AC daripada harus berdesakan di bus yang sempit.
Dari senyum manis yang ia berikan untuk Seunggi, sepertinya ia bahagia.
Sukurlah karena sekarang aku tidak perlu merasa bersalah lagi padanya, toh dia sudah menemukan
penggantiku yang katanya lebih baik dariku.
Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri bahwa sesungguhnya aku masih
mengharapkan dia kembali padaku. Aku masih belum rela dia harus berpaling pada
namja lain. Tapi aku memang terlalu egois, aku mengharapkannya bertahan di
sisiku sedangkan aku sendiri selalu membuatnya tidak betah. Aku harus bisa
menerima kenyataan, ini semua terjadi karena ke-egoisanku sendiri.
~”~ ~”~ ~”~ ~”~
~”~
Aku memasuki ruang kelasku yang mulai ramai dipenuhi oleh teman-temanku yang sibuk
menyalin pr mereka. Aku langsung berjalan menuju mejaku dan melemparkan tasku
sembarangan diatas meja. Hal itu membuat teman sebangkuku Kris menyadari
kedatanganku lalu menatapku antusias.
“ kau tidak berangkat bersama Ji-eun? Kenapa dia malah berangkat bersama
laki-laki lain? Apa kalian sedang bertengkar? Atau bahkan kalian sudah putus?
ceritakan padaku apa yang sebenarnya tejadi” cerocos Kris begitu aku duduk di
kursiku
“tidak bisakah kau bertanya satu-persatu hah? Wartawan saja tidak se
cerewet dirimu” jawabku sewot, bukan karena pertanyaannya tapi karena aku jadi
teringat kembali saat Ji-eun berangkat bersama Seunggi
“hehehe, jadi ceritakan apa yang sebenarnya terjadi” jawabnya penasaran
dengan apa yang terjadi padaku
“kami sudah putus” ucapku putus asa
“mwo? Kenapa?” Kris menjadi semakin penasaran
“sepertinya dia sudah tidak tahan lagi dengan sikapku selama ini, aku
tau aku salah karena terlalu egois padanya”
“kalau boleh aku jujur, aku beranggapan kalau memang kau yang salah. Kau
terlalu egois dan memikirkan kepentingamu sendiri. Kau tidak memikirkan apa
yang diinginkan Ji-eun, kau tidak memperhatikannya sedangkan semua perempuan
ingin dimengerti apa keinginannya”
Aku diam, tak tau harus menjawab apa karena semua ucapan Kris memang
benar.
“sebaiknya sekarang kau jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri,
jadikan saja ini sebagai pelajaran supaya kau mengerti cara menghargai orang
lain terutama yeoja. Soal Ji-eun, biarkan dia bahagia pilihannya. Bukankah kau ikut bahagia jika Ji-eun
bahagia? Lebih baik sekarang kau cari kebahagiaanmu sendiri sekarang” Kris
menepuk pundakku.
“gomawo, ternyata kau bisa berpikir bijaksana juga ya” ucapku mencoba
bercanda
“mangkannya jangan meremehkanku”
~”~ ~”~ ~”~ ~”~
~”~
Dia terlihat bahagia. Lebih bahagia dibandingkan saat dia bersamaku. Aku
tidak akan menyesal, justru aku akan bersyukur karena keputusannya untuk
meninggalkanku adalah keputusan yang paling tepat untuknya. Aku tau, selama ini
aku telah mengekang kebahagiaanya. Bermain dalam permainan egoku sendiri tanpa
memikirkan perasaan Ji-eun, tanpa
berusaha mengerti apa yang seharusnya kulakukan untuk membuatnya tetap bertahan
di sisiku.
“You’re invited to Fei 17th birthday party on Saturday,
August 20, 2011 at 19.00 pm
This is a dance party, but if
you don’t have a
couple, you can come by your self.”
Kyungsoo
terdiam membaca kartu undangan dari temannya. Pesta dansa. Di tengah keramaian
koridor sekolah, dengan perasaan hampa dan pikiran yang melayang menuju kenangan
satu minggu yang lalu dimana dia dan gadisnya –Jieun- berdebat karena satu hal
yang menurutnya tidak penting tetapi begitu digemari oleh Ji-eun yaitu pesta
dansa.
“kau tau kan
kalau aku suka berdansa. Kebetulan ini pesta dansa jadi kita harus ikut”
“kita? Aku tidak
ikut”
“ayolah oppa, aku
sangat ingin datang ke pesta itu”
“tapi aku malas,
kau tau sendiri sepulang sekolah aku harus bekerja dan itu melelahkan”
“memangnya tidak
bisa libur satu hari?”
“maaf, tapi aku
tidak bisa”
“ya sudah, kalau
begitu aku pergi sendiri”
Seharusnya dia tidak egois. Seharusnya dia mementingkan kebahagiaan
Ji-eun. Bukannya egois dengan keinginannya sendiri dan melupakan keinginan
Ji-eun.
~”~ ~”~ ~”~ ~”~
~”~
Kyungsoo’s pov
Aku berdiri di balkon lantai dua rumahku, tepat di depan kamar tidurku.
Dari sini aku bisa melihat jelas jendela kamar Ji-eun yang lampunya masih
menyala. Apa dia tidak pergi ke pesta? Sepertinya itu tidak mungkin mengingat
betapa sukanya dia menghadiri pesta dansa.
Kudengar deru mesin mobil
mendekat dan saat kulihat ternyata mobil tersebut berhenti tepat di depan rumah
Ji-eun. Seunggi keluar dari pintu mobil dan di waktu yang bersamaan, Ji-eun
membukakan pintu pagar untuknya. Seunggi terlihat memberikan seikat bunga
cantik kepada Ji-eun an menggandengnya memasuki mobil. Terlihat sempurna.
Pemandangan tadi menambah alasanku untuk tidak hadir ke pesta, aku tidak mau
menyakiti perasaanku sendiri dengan melihat kebersamaan mereka berdua.
“Myungsoo, kenapa kau belum bersiap-siap?” suara Kris mengejutkanku dari
belakang
“untuk apa?” jawabku malas
“tentu saja menghadiri pesta, kalau kau takut tidak memiliki pasangan
tenang saja, aku juga tidak membawa pasangan. Jadi kita bisa berpasangan nanti”
ucap Kris dengan sebuah cengiran di wajahnya “sudahlah jangan berpikir lagi, cepat ganti baju dan
kita berangkat” lanjutnya sambil mendorongku untuk segera berganti baju.
Baiklah. Aku pasrah kali ini.
~”~ ~”~ ~”~ ~”~
~”~
Saat ini Kyungsoo sedang berdiri di tengah keramaian pesta dansa milik
temannya. Matanya melihat lurus ke depan, ke arah dua orang yang terlihat
sedang asik berdansa tanpa menghiraukan keadaan sekitar mereka.
“Kyungsoo-ya” kudengar seseorang
memanggilku
“ne, waeyo?” tanyaku pada Fei, pemilik pesta ini
“kau belum memberiku hadiah ulang tahun” ucapnya menagih kado ulangtahun
padaku
“hahaha.. kau tau kan aku bukan laki-laki kaya yang bisa memberimu apa
saja yang kau mau. Lagipula salahmu sendiri, siapa suruh memberi undangan
secara tiba-tiba, aku jadi belum sempat menyiapkan apa-apa” jawabku membela
diri
“aish.. kau ini, selalu saja beralasan. Kalau begitu nyanyikan
sebuah lagu untuk semua orang di pesta
ini” ucapnya setengah memohon
“baiklah” tidak ada salahnya aku memenuhi kemauannya, lagipula setelah
itu aku bisa langsung pulang.
Aku berdiri di atas panggung sabil berpikir lagu apa yang akan
kunyanyikan sekarang, dan otakku langsung memikirkan sebuah judul lagu saat
mataku menangkap sosok Ji-eun bersama Seunggi.
Kulangkahkan kakiku menuju seorang pianis di sampingku dan membisikan
judul lagu tersebut, lalu ia mengangguk.
Aku menarik nafas panjang saat sang pianis muai mendentingkan pianonya
memainkan intro lagu itu. Ingatanku melayang ke saat-saat indahku bersama
Jieun. Saat aku mengenalnya, pertama kali aku mendengarnya berbicara, saat kami
tertawa bersama, dan saat aku terus saja menyakitinya dengan ke egoisanku.
Same
place
(Tempat yang sama)
But
it feels just a little bit bigger now
(Tapi kini terasa lebih besar)
Our
song on the radio
(Lagu kita diputar di radio)
But
it don’t sound the same
(Tapi tak lagi terdengar sama)
When
our friends talk about you
(Saat teman-teman kita membicarakanmu)
All
it does is just tear me down
(Semua itu hanya menyakitiku)
Cause
my heart breaks a little When I hear your name
(Karena hatiku hancur saat kudengar namamu)
It
all just sound like uh, uh, uh
(Semua itu hanya terdengar uh, uh, uh)
Hmmm
too young, to dumb to realize
(Hmmm terlalu muda, terlalu bodoh tuk sadari)
That
I should have bought you flowers and held your hand
(Bahwa dulu harusnya aku membelikanmu bunga dan kugenggam tanganmu)
Should
have given all my hours when I had the chance
(Harusnya kuberikan seluruh waktuku saat ada kesempatan)
Take
you to every party
(Mengajakmu ke setiap pesta)
Cause
all you wanted to do was dance
(Karena yang ingin kau lakukan hanyalah berdansa)
Now
my baby is dancing,
(Kini kekasihku sedang berdansa,)
But
she’s dancing with another man
(Tapi dia berdansa dengan pria lain)
My
pride, my ego, my needs and my selfish ways
(Kesombonganku, egoku, kebutuhanku dan keegoisanku)
Caused
a good strong woman like you to walk out my life
(Membuat perempuan kuat sebaik dirimu pergi dari hidupku)
Now
I'll never, never get to clean out the mess I’m in
(Kini aku takkan pernah bisa bereskan kekacauan ini)
And
it haunts me every time I close my eyes
(Dan semua ini hantuiku tiap kali kupejamkan mata)
It
all just sounds like uh, uh, uh, uh
(Semua itu hanya terdengar uh, uh, uh, uh)
But
I just want you to know
(Tapi aku hanya ingin kau tahu)
I
hope he buys you flowers,
(Kuharap dia membelikanmu bunga,)
I
hope he holds yours hands
(Kuharap dia menggenggam tanganmu)
Give
you all his hours when he has the chance
(Memberimu seluruh waktunya saat ada kesempatan)
Take
you to every party
(Mengajakmu ke semua pesta)
Cause
I remember how much you loved to dance
(Karena kuingat betapa kau senang berdansa)
Do
all the things I should have done
(Lakukan segala yang harusnya dulu kulakukan)
When
I was your man!
(Saat aku masih jadi kekasihmu)
~”~ ~”~ ~”~ ~”~ ~”~
Kulangkahkan kakiku mendekatinya. Sebenarnya ada sedikit keraguan dalam
hatiku untuk bicara padanya, tapi ini harus kulakukan karena jika tidak
pikiranku akan terus dihantui oleh rasa bersalahku selama ini.
“Ji” ucapku membuat dia dan laki-laki di sebelahnya menoleh
“oppa” dari wajahnya terlihat bahwa ia terkejut dengan kedatanganku
disini.
“aku ingin bicara sebentar”ucapku sedikit gugup
“baiklah”
~”~ ~”~ ~”~ ~”~ ~”~
“aku sudah memaafkanmu, mungkin aku juga bersalah karena terlalu
menuntut darimu. Aku harap setelah ini kau bisa menjadi orang yang lebih baik
dan bisa lebih menghargai orang lain. Aku tau kau hanya butuh waktu untuk itu”
ucap Jieun membuatku lebih tenang. Rasanya semua beban dipundakku langsung
hilang begitu saja saat aku berhasil mengungkapkan semua rasa bersalahku
padanya.
Jujur, sampai saat ini aku masih menyimpan perasaan yang sama untuknya. Tapi
aku sadar bahwa tidak semua yang kuingnkan bisa menjadi milikku, dan dia pasti
akan lebih bahagia bersama laki-laki lain. Cinta itu tidak harus memiliki,
memang semua orang memiliki perasaan cinta pada orang lain tapi bukan berarti
orang yang dicintai akan berbalik memberikan rasa cintanya. Karena cinta tidak
bisa dipaksa.
END
~”~ ~”~ ~”~ ~”~ ~”~
Mohon maaf kalo ceritanya gak jelas binggitz and typo berkeliaran
dimana-mana :D sebenernya masih banyak konsep cerita yang bertumpuk di otakku,
tapi males banget ngetinya, jadi ya dipersingkat aja. Namanya juga ff oneshoot,
gak afdol kalo kepanjangan..
2 komentar:
buatin squelnya dong . . .
pokoknya D.O juga harus dapet pasangan . biar seru .
buatin squelnya dong .
pokoknya D.O harus dapet pasangan ya !
Posting Komentar